Satu Makna Dari Sebuah Nama
Karya Nur ‘aisyah Afifah
Roda kehidupan terus berputar. Adakalanya seseorang berada diposisi atas, kadang pula berada diposisi bawah. Begitu pula dengan keluargaku. Nama lengkapku adalah Hidayatul Laila. Teman - teman dan keluargaku biasa memanggilku dengan sebutan Laila. Aku senang diberi nama yang sangat indah maknanya. Ya, Hidayatul Laila. Hidayah dimalam hari. Merupakan pengharapan kedua orang tuaku, agar aku selalu menjadi hidayah untuk semua orang. Khususnya untuk kedua orang tuaku. Hobiku adalah menulis. Aku sempat bermimpi ingin menjadi penulis terkenal. Yang semua karya – karyaku dapat dinikmati dengan semua orang. Sekarang, aku sedang mengenyam pendidikan dibangku kelas 5 Sekolah Dasar. Keluargaku bilang, aku adalah salah satu anak yang ramah dan pandai bergaul, khususnya dilingkungan yang baru aku jumpai.
Aku mempunyai tiga adik laki – laki. Hanya aku anak perempuan yang ada dikeluarga ini. Tak jarang aku selalu dijahili dengan ketiga adik – adikku. Namun, semua itu tak mengurangi rasa sayangku kepada adik – adikku.
Orang tuaku selalu mencukupi kebutuhanku dan juga adik – adikku. Ayahku seorang wirausahawan. Dan ibuku sebagai ibu rumah tangga.
Saat aku naik kebangku kelas 6 Sekolah Dasar, masalah demi masalah kian datang menerpa keluargaku. Usaha ayahku mengalami kebangkrutan. Rumah yang aku tempati tarancam harus dijual. Ayah dan ibuku bingung apa yang harus dilakukan. Dan kini aku dan keluargaku pindah kesebuah kontrakan petak tak jauh dari rumahku yang dulu. Aku yang lugu, yang tak tahu apa – apa heran melihat keadaan ini. Aku bertanya pada ibuku dengan hati heran.
“Bu, mengapa kita pergi dari rumah?” tanyaku heran.
“Rumah kita sudah dijual nak.” Jawab ibu menahan air matanya.
“Terus kenapa rumah kita harus dijual bu?” tanyaku lagi dengan penuh heran.
“kamu tak perlu tahu nak ! belum saatnya kamu mengetahui semuanya.” Balas ibu kembali.
Aku hanya termenung bingung dengan semua keadaan yang menimpa diriku dan keluargaku. Kini, keluargaku sangat tidak nyaman dibandingkan dengan dulu saat keluargaku masih tinggal dirumah sendiri. semua ini sungguh membuat beban ibuku bertambah dengan perginya ayahku. Ayahku pergi entah kemana. Meninggalkan aku, ibuku, dan ketiga adik – adikku. Meninggalkan banyak hutang. Tinggal ibuku yang menanggung kepahitan ini. Dan semua ini mengharuskan ibuku untuk bekerja demi mencukupi kebutuhan keluarga kami. Tak terasa aku termenung sangat lama. Hingga terdengarlah suara adzan dimusolah dekat rumah kontrakanku.
“Allahu Akbar……… Allahu Akbar”
Segeralah aku bergegas mengambil air wudhu dan solat berjamaah dengan ibu dan adik – adikku. Selesai solat aku mengangkat kedua tanganku, memohon dan mengadukan semua keluh kesahku. Dalam do’aku:
“Ya Allah, Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Aku kembali meminta kepadamu, ampunilah dosaku dan dosa kedua orang tuaku. Mudahkanlah rizki keluargaku Ya Allah. Tabahkan lah hatiku dan ibuku dalam menghadapi cobaanmu. Bantulah aku dalam melewati semua ujian – ujian yang Kau berikan. Ya Allah, aku kasihan melihat ibu. Beliau membanting tulang demi memenuhi kebutuhan hidupku dan ketiga adik – adikku. Berusaha untuk tetap tersenyum, walau aku tahu bahwa hatinya sungguh sakit dan pedih. Bekerja hingga malam hari, menguras semua tenaga hanya untuk memenuhi kebutuhanku dan adik – adikku. Ya Allah aku tak mungkin bisa membalas semua pengorbanan dan jasa – jasanya. Hanya satu aku pinta dari-Mu Ya Allah, masukkanlah beliau kedalam golongan hamba – hambaMu yang kau sayang. Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil ahirati hasanah wakinna adza banar. Amin”
selesai solat aku melipat mukenaku dan bergegas untuk belajar. Hingga malam tiba, aku tidur agar esok aku dapat bersekolah.
* * *
Ditengah malam, aku terbangun. Aku mendengar suara isak tangis yang terdengar begitu pelan. Perlahan aku cari sumber suara tersebut. Tak aku sangka, ternyata dia adalah ibuku. Ibu sedang solat tahajud malam itu. Aku yakin ibu ingin mengadukan semuanya kepada Allah SWT.
Sungguh teriris hatiku mendengar tangisan dari ibunda tercinta. Kini ibuku yang menanggung beban hidupku dan adik – adikku. Tergerak hatiku untuk berusaha membahagiakan ibuku. Mungkin yang bisa aku lakukan pada saat ini adalah belajar dengan sungguh – sungguh, agar aku dapat membuat bangga ibuku. Membuat ibuku senang dan merasa tak sia – sia sudah membanting tulang untuk menyekolahkanku. Saat peristiwa pada malam itu, aku menjadi begitu kesal dengan ayahku. Aku sangat begitu benci dengan ayahku. Bahkan aku sudah menganggap bahwa ayahku sudah tidak ada didunia ini lagi. Semua ini terjadi karena ayahku. Dia adalah laki – laki yang tidak bertanggung jawab. Yang begitu tega menelantarkan aku, ibuku, dan ketiga adikku.
“Ayah, mengapa ayah tega kepada kami?? Mengapa ayah begitu tega?? Kami disini membutuhkan ayah. Mengapa ayah pergi meninggalkan kami?? Mengapa ayah?? MENGAPA???” ujarku kesal dalam hati.
Aku tak dapat menahan air mataku. Pipiku telah terbanjiri air mata. Aku tak tega melihat ibu menangis seperti ini. Perlahan aku mendekati ibu...
“Ibu, ibu yang sabar ya.. Laila pasti akan selalu membahagiakan ibu. Karena hanya ibu yang Laila punya sekarang. Maafkan Laila bu…. Kalau Laila hanya membuat repot ibu. Menjadi beban ibu. Maafkan Laila ibu, Laila belum bisa membalas semua yang telah ibu berikan untuk Laila. Tapi Laila janji bu, Laila akan menjadi anak yang solehah, menjadi anak yang bisa ibu banggakan. Laila sayang sama ibu. Ibu jangan nangis lagi ya…. Kalau ibu sedih, Laila juga ikut sedih.” Ujarku menghibur ibu.
Ibu tersenyum memandangku dan segera menghapus air matanya.
“Laila anakku, kenapa kamu tidak tidur? Ibu tidak menangis ko sayang.. Ibu juga sayang dan bangga denganmu nak. Kita seperti ini karena Allah sayang dengan keluarga kita. Allah sedang menguji kita, Allah ingin tahu sampai mana batas kesabaran kita. Kalau kita sabar menjalani ini semua Allah akan memberikan balasan yang besar kepada kita. Kamu juga yang sabar ya nak. Ibu yakin kamu mengerti.” Jawab ibu memelukku.
Malam itu menjadi malam yang mengesankan untukku dan tak akan pernah aku lupakan. Setelah itu aku pergi meninggalkan ibu bergegas ketempat tidurku.
* * *
Berbulan – bulan aku dan keluargaku tinggal dirumah petakan itu. Keadaan ekonomi keluargaku semakin sulit. Biaya kontrakan yang cukup mahal mengharuskanku dan keluargaku untuk pindah mencari kontrakan baru yang harga sewanya lebih murah. Akhirnya aku dan keluargaku tinggal dikontrakan yang yah lumayan untuk tinggal keluargaku dan harga sewanya juga murah. Rumah kontrakan yang terletak tepat disebelah rumah pemilik rumah kontrakan yang aku tempati sekarang. Sejak aku dan keluargaku tinggal disini, masalah demi masalah terus datang menimpa keluargaku. Penagih hutang ayahku selalu datang dan mengancam keluargaku apabila kami tidak cepat membayar hutang yang ayahku pinjam. Ibuku yang sudah lelah dengan pekerjaannya, harus memikirkan bagaimana cara untuk membayar hutang ayahku yang tidak sedikit jumlahnya. Untuk makan sehari – hari saja ibuku sulit mencukupinya. Karena ia hanya berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan keluarga kami.
Sebelum berangkat sekolah aku luangkan waktuku berjualan keliling untuk membantu pemasukan ibuku. Kehidupan kami pasang surut. Hasil dari berdagang aku coba untuk menyisihkannya, agar kelak aku dan keluargaku dapat pindah dari kontrakan ini dan membeli rumah sendiri untuk aku dan keluargaku tempati. Aku tak pernah malu berjualan, walaupun terkadang teman – teman mengejekku dan menghindariku. Namun aku masih beruntung karena aku memiliki seorang sahabat yang selalu ada disaat suka maupun duka. Dia yang setia mendengarkan ocehanku yang mungkin membuat orang yang tak biasa bosan mendengarnya. Kehidupanku yang begitu sulit tak membuatku menjadi putus asa. Ya, bagiku hidup ini adalah ujian yang untuk mendapatkan kebahagiaan harus berjuang dengan sungguh – sungguh. Dan dinikmati, bukan untuk diratapi. JANGAN MENYERAH !! yah itulah prinsip hidupku. Yang kini bisa membuat aku kuat menjalani hidup yang kejam ini. Masalah ini membuat aku dan keluargaku tahu apa arti hidup yang sebenarnya.
* * *
12 tahun kemudian………
“Ibu senang dengan rumah ini??” tanyaku kepada ibu.
“Ibu sangat senang nak, kita bisa punya rumah sendiri. Hidup nyaman dan aman tidak seperti waktu itu. Terima kasih ya nak, karena kamu yang buat ibu semangat. Ibu sayang sekali sama kamu Laila.” Jawab ibu dengan hati yang bangga.
“Ini semua juga berkat ibu. Dukungan dan doa yang ibu berikan membuat aku bisa seperti sekarang ini.” Balas ku.
Ibu tersenyum senang. Hmmm, melihat ibu bisa tersenyum seperti itu membuat aku semakin senang dapat mewujudkan semua impian – impian ibuku. Kini aku sudah menjadi dokter disebuah rumah sakit ternama di Jakarta.
Awalnya aku mencoba ikut tes masuk Universitas kedokteran. Aku mengambil jalur beasiswa. Alhamdulillah, semua perjuanganku tak sia – sia. Kini aku sudah menjadi dokter dan bisa membuat ibuku bangga denganku. Ya, walaupun ini bukan cita – citaku, dan sangat beda dengan apa yang aku impikan sejak kecil yaitu sebagai penulis terkenal. Tapi, walau begitu aku senang karena aku dapat merubah hidupku yang dulu serta membahagiakan ibu dan adik – adikku. Membuat mereka tersenyum bahagia untuk selama – lamanya. Dukungan yang selama ini ibu berikan serta nasehat yang tak pernah lupa ibu katakan kepadaku merupakan bekal untukku untuk mencapai kebahagian.
Keyakinanku akan sebuah perjuangan hidup ini memang membuahkan hasil yang sangat memuaskan. Terima kasih Ya Allah, atas semua hidayah yang telah Engkau berikan kepadaku dan keluargaku. Satu Makna dari sebuah nama yang membawaku kedalam kebahagian. Semoga kebahagiaan ini akan abadi didunia maupun diakhirat. Aminnn…
* * *
SELESAI
Mau Widget Seperti ini? Click Here!