Secadm ??
Karya Sherly Isma K
Pagi ini cahaya mentari laksana mata pisau yang menggoreskan sayatan kemilaunya dikedua bola mataku. Hadirnya menggatikan tugas Chandra , mengisyaratkan awal harapan dihari yang baru. Embun pagi seolah menjanjikan kesejukan dikelopak mataku untuk melihat indahnya hari ini. Kicauan burung – burung kecil tak henti melantunkan asanya. Hamparan sawah yang terselubung kabut putih menambah suasana romantisnya alam. Sungai berliku yang menyisir kaki gunung menambah keelokan gunung yang masih malu – malu untuk menampakan wajahnya. Pohon – pohon rindang ditepi sungai riang menggugurkan daunnya yang telah menguning. Jika dilihat kearah selatan, sehamparan padang rumput yang hijau telah dipenuhi oleh berbagai hewan ternak yang tak henti – hentinya mengunyah rumput.
Ya, pagi ini adalah hari yang indah, aku akan memulai hari ini dengan doa dan semangat. Doa agar hari ini lebih baik dari hari yang lalu dan semangat yang akan membuat hidup ini menjadi lebih bermakna.
Waktu telah menunjukan pukul 06.15, saatnya aku bergegas kesekolah. Untukku, bersekolah bukan suatu beban, melainkan suatu kegiatan yang mengasyikan apabila kita melakukannya dengan senyum ikhlas.
* * *
Dari kejauhan terlihat Uchie yang sedang berjalan sendiri menuju kelas X.1. Uchie adalah teman yang baru saja aku kenal di SMA ini, tetapi aku merasa seperti telah kenal lama dengannya. Dimana ada aku pasti ada Uchie, begitu pula sebaliknya. Entah takdir atau hanya kebetulan, aku dan Uchie memiliki banyak kesamaan, bahkan sampai hal yang sifatnya “Pribadi”.
“Eh Chie..!!” aku menyapa Uchie dengan nafas yang terengah – engah karena berlari tuk menghampiri Uchie.
“Iya, eh kamu Na, oh iya kamu udah ngerjain PR Matematika?” Tanya Uchie.
“Hmmm…. Tentang Logaritma ya?” Aku balik bertanya.
“Iya Na.” jawabnya singkat.
“ Tenang , aku udah kok.” Ujarku.
“Hehehe, bagus deh. Nanti aku liat ya Na!” sahut Uchie.
Kami melanjutkan berjalan ke kelas. Setibanya dikelas aku bertemu Icha dan Rara yang sedang berbincang. Icha adalah temanku yang pintar menghibur orang dengan ocehannya yang sedikit “nyablak” dan lucu, sedangkan Rara adalah temanku yang paling dewasa dan puitis.
“Icha, Rara, kalian lagi ngomongin apa sih?? Keliatannya serius banget!” aku bertanya penasaran.
“Ngomongin apa ya?? Mau tau aja!” Icha menjawab dengan perkataannya yang sedikit mengesalkan.
“Oh ini Na, kita lagi ngomongin tentang planet Mars,” rara menjawab dengan serius.
“Tentang isu adanya kehidupan di Mars ya??” Uchie berusaha menebak
“Betul betul betul..” icha menjawab dengan celotehnya yang lucu
“Hmmm… aku juga pernah baca disebuah buku astronomi, disitu dijelasin kalo sebenernya pernah ditemukan sesuatu yang menandakan pernah ada kehidupan di Mars. Terus, katanya kondisi Mars juga hamper mirip sama bumi.” Aku coba menjelaskan.
“Tapi…. Walaupun kondisi Mars hampir mirip sama bumi, yaitu punya atmosfer, adanya dua kutub, cuaca dan iklim. Tetep aja kondisi Mars itu gak memungkinkan adanya kehidupan. Kan di Mars itu nggak ada air.” Uchie mencoba menyanggah penjelasan dariku.
“Iya, lagi pula atmosfer Mars seratus kali lebih tipis dari atmosfer bumi, dah gitu suhunya kalo malem bisa sampe -100 derajat C. kebayang gak, gimana dinginnya? Jadi mana mungkin ada kehidupan?” Rara ikut mempertegas.
“Kalo mau lebih jelas, mending nanti kita Tanya aja sama Bu Ririn!” seru Icha.
“Iya, bener tuh Cha!” sambut Uchie.
Bel masuk telah berbunyi. Aku kembali ketempat dudukku, menunggu Bu Enfa datang untuk menyampaikan materi pelajaran kimia. Sebenarnya aku tidak terlalu suka dengan pelajaran kimia, karena menurutku kimia lebih rumit dengan rumus dan istilah – istilah yang aneh. Apalagi nama unsur – unsur kimia itu sangat banyak. Aku tak sanggup untuk menghafalnya. Disaat teman – teman kelas tengah bercengkrama dan lain sebagainya, tak berselang lama Bu Enfa masuk kelas untuk menyampaikan materi kimia.
“Assalamu’alaikum anak – anak.” Salam Bu Enfa sambil membuka pintu kelas.
“Wa’alaikum salam.” Sahut anak – anak kelas.
Bu enfa segera menjelaskan materi pelajaran, tetapi tak berapa lama kemudian bu Enfa meninggalkan kelas, apakah bu Enfa marah dengan aku dan teman – temanku? Aku keluar kelas dan berusaha mengejar bu Enfa untuk menanyakan mengapa beliau meninggalkan kelas, padahal jam mata pelajaran kimia belum selesai.
“Bu… Bu Enfa.”aku berteriak memanggil Bu Enfa
“Ya, ada apa Na?
” Bu Enfa menoleh kearahku
“Kenapa ibu keluar kelas, padahalkan jamnya belum habis?” tanyaku dengan penasaran
“Oh, ibu mau ngasih bimbel buat yang ikut olimpiade kimia. Tadi ibu udah ngasih tau ke ketua kelas kamu kok, kalau ibu nanti itu ngajarnya gak sampe jam pelajaran abis.” Bu Enfa menjawabnya dengan lengkap.
“Gitu ya bu? Emang yang ikut olimpiade kimia siapa bu?” tanyaku
“Kak Adit anak kelas IPA 3,” jawab beliau.
“Oh… Gitu. Ya udah makasih ya bu!” ujarku
“Iya sama – sama Na. udah sana kamu masuk kelas!” suruh bu Enfa.
Aku segera masuk ke kelas dan mengerjakan tugas yang diberikan bu Enfa.
* * *
Bel pulangpun berbunyi. Saatnya istirahat. Sebelum jam bimbel dimulai. Rasa penat mulai melandaku, bayangkan saja mulai dari pagi hingga siang materi pelajaran selalu memenuhi otakku. Belum lagi pelajaran bimbel hari ini agak menyebalkan. Ya, pelajaran fisika dan bahasa Inggris. Fisika yang selalu berkaitan dengan rumus inilah, rumus itulah, hukum inilah, hukum itulah, pusing aku dibuatnya. Apalagi bahasa Inggris, aku sangat membencinya, menurutku bahasa Inggris itu menakutkan.
Tiba – tiba aku ingat satu hal. Bagaimana jika aku mengumpulkan gelas bekas air mineral untuk nenek pemulung? Dari pada diam saja. Gelas bekas itu pasti sangat berarti untuk nenek pemulung yang sering mengais barang – barang bekas yang ada di sekolahku. Biasanya aku mengajak Icha untuk mencari gelas bekas itu. Maklum, dia itu orang yang tidak pemalu, jadi aku nyaman untuk mengajaknya.
“Icha, kamu lagi sibuk ga?” aku coba tuk berbasa – basi terlebih dahulu.
“Aku lagi sibuk. Tapi boong! Hehehe….” Icha mencoba melucu dengan leluconnya yang garing.
“Cha, kita cari gelas bekas yuk!” Ajakku.
“Ayo. Tapi carinya dikelas sebelah aja ya..! aku males kalo nyarinya jauh – jauh, panas.” Sru Icha.
“Siip deh! Ayo buruan entar keburu masuk bimbel.” Sambil menarik tangan Icha.
Aku dan icha berjalan dilorong kelas. Kelas yang ada disamping kelasku adalah kelas XI IPA 3 dan XI IPA 4. jam segini pasti kelas itu sudah kosong, karena para penghuninya sudah pulang ke rumahnya masing – masing. Tetapi, dugaanku kurang tepat, kakak – kakak kelas XI IPA 3 belum pulang. Aku bingung, bagaimana caranya agar aku bisa mengambil gelas – gelas bekas yang berserakan di kolong meja dan bangku mereka. Aku menyuruh Icha saja yang masuk kedalam kelas untuk mengambilnya. Karena aku merasa canggung jika harus berbicara dengan kakak kelas.
“Cha, kamu aja ya yang masuk !” suruhku.
“Kamu aja!” icha membalasnya.
“Udah kamu aja, aku takut kalo ngomong sama kakak kelas!” Aku coba menjelaskan.
“Takut? Kakak kelas udah jinak kok! Hehehe…….” Icha melucu lagi.
“Aku serius Cha. Kamu aja ya!” aku memohon
“Iya, Iya, tapi kamu juga ikut masuk!
“OK!”
Dengan percaya dirinya Icha menghampiri kelas itu. Hingga…………
“Assalamu’alaikum” ucap Icha sambil mengetuk pintu kelas XI IPA 3
“wa’alaikum salam, ada apa de?” sahut salah seorang yang sedang duduk sambil membaca sebuah buku non fiksi di ujung barisan tempat duduknya.
“Maaf kak, kita mau ngambil gelas – gelas bekas yang ada dikelas ini, boleh nggak kak?” Tanya Icha dengan serius.
“Yaudah masuk aja de!” sahutnya dengan ramah
“Makasih ya ka”
“iya sama – sama”
Icha dengan semangat segera menarik tanganku yang sedang menjinjing plastic hitam tempat dikumpulkannya gelas – gelas bekas. Ia mengajakku untuk memasuki kelas itu. Akupun segera memasuki kelas itu, tetapi saat memasuki kelas itu pandanganku tidak tertuju pada gelas – gelas bekas yang berserakan melainkan kepada kakak ramah yang telah mengizinkanku dan Icha untuk memasuki kelasnya. Charisma yang ada didirinya seolah menarik perhatianku. Dia terlihat sangat berbeda dengan remaja lelaki lainnya. Tutur katanya sangat lembut dan wajahnyapun tampak bercahaya. Entah mengapa aku menjadi nyaman untuk menatapnya berlama – lama.
Setelah merasa gelas bekas yang kami kumpulkan telah cukup banyak. Akhirnya Icha mengajakku pergi dari kelas itu.
“Na, udah yuk, gelasnya udah banyak nik!” seru Icha
aku masih terdiam sambil menatap wajah kakak kelas tadi.
“Na, ayo buruan!!” Icha berseru lagi.
Aku masih saja menatap dan memperhatikan kakak yang ramah tadi.
“Alsiana Tri Astuti !!!!!” Icha meneriakiku dengan suaranya yang cukup besar
“Hah ada apa Cha??” akupun terkejut
“kamu nih, udah dari tadi aku panggil, tetep aja gak denger!” Icha kesal karena sikapku.
“Maaf Cha”
“Ya udah, buruan kekelas ntar keburu pak Gono masuk!”
aku dan Icha berjalan menuju ruang kelas. Di tengah perjalanan menuju kelas, aku menyempatkan diri bertanya pada Icha tentang kakak kelas yang tadi.
“Cha, kamu tau gak, kakak kelas yang tadi itu namanya siapa sih?” tanyaku penuh penasaran.
“Yang mana?”
“Yang tadi udah ngizinin kita masuk kelasnya,” aku sedikit menjelaskan
“Ooh, yang tadi itu namanya kak Adit. Dia kan stu ekskul sama aku.” Icha menjawabnya dengan jelas.
APA?? Jadi itu yang namanya kak Adit??” aku kaget mendengarnya.
APA?? Jadi itu yang namanya kak Adit??” aku kaget mendengarnya.
“Iya emangnya kenapa sih?”
“Gini, tadi aku denger dari Bu Enfa katanya kakak kels yang ikut olimpiade kikia itu namanya kak Adit anak kelas XI IPA 3, ternyata yang itu loh orangnya, aku baru tau.”
“Iya, yang itu Na!” sahut Icha.
* * *
Saat ini pukul 16.00. aku segera pulang kerumah. Aku merasa sangat lelah, sesampainya dirumah aku segera mandi dan setelah itu aku beristirahat di kamar sambil mendengarkan lagu – lagu band d’MASIV yang lirik lagunya sangat menentuh. Tetapi tiba – tiba saja aku teringat pada kak Adit. Aku bingung kenapa aku jadi seperti ini? Aku selalu memikirkan kak Adit, yang kelas yang bertubuh tidak terlalu besar , berbadan tegak, dengan gigi kelinci yang ia miliki, yang membuat ia terlihat semakin imut. Sempat terlintas dibenakku, apakah aku sedang merasakan yang namanya cinta? Ah, dalam kamus remajaku, tidak ada kata cinta. Tapi hal itu sangat sukar tuk dielakan, cinta pasti menghampiri setiap insane manusia dan hadirnya cinta takkan dapat ditepiskan. Apakah ku tlah siap tuk jatuh cinta?
* * *
Keesokan harinya, disekolah…
“Chie, aku lagi bingung nih!” eluhku
“Bingung kenapa Na?” Tanya Uchie
“Jadi gini, kemaren aku ngeliat kakak kelas dia baik banget. Semenjak ketemu sama dia, aku selalu inget dia, aku bingung kenapa aku jadi kayak gini?” Aku mencurahkan semua perasaanku kepada Uchie
“Cieeee… Mungkin kamu suka sama dia. Emang namanya siapa. Kelas berapa?”
“Namanya kak Adit, kelas XI IPA 3.” Jawabku
“Wuiih… Pantes aja kamu suka sama dia, secara dia kan master kimia.”
“Hehehe… Kok kamu tau sih?”
“Ya tau lah. Kak Adit kan terkenal disekolah ini gara – gara dia pinter. Ya udah Na, mending kamu cari tau tentang kak Adit. Kalo perlu kamu minta nomor HP-nya aja.” Suruh Icha.
“Oke deh! Nanti aku coba”
Berhari – hari aku mencaritahu tentang kak Adit. Mulai dari hal kesukaannya, tempat tinggalnya, nomor Hp-nya, hingga hari ulang tahunnya. Setelah aku berusaha mencari informasi tentang kak Adit, aku mulai mengetahui beberapa hal yang ia sukai. Ia sangat menyukai pelajaran kimia, olah raga yang paling ia sukai adalah voli dan satu kebiasaannya yang jarang ada disetiap orang adalah ia selalu luangkan waktuistirahat saat sekolah untuk melaksanakan solat dhuha. Sungguh kebiasaan yang luar biasa. Tapi ada satu hal yang belum aku ketahui dari kak Adit. Ya, aku tidak mendapatkan nomor HP-nya. Menurut informasi dari teman – temannya, kak Adit tidak mempunyai HP. Aku mulai bingung, bagaimana aku dapat berkomunikasi dengan kak Adit? Apakah aku harus berbicara langsung padanya? Sepertinya tidak, karena aku bukanlah gadis pemberani. Aku coba untuk memutar otak, agar aku tetap dapat berkomunikasi dengan kak Adit, tanpa harus berbicara langsung dengannya.
Pusing….. Itulah yang aku rasakan saat ini. Hingga akhirnya aku menemukan suatu ide. Ide yang mungkin tidak sesuai dengan zaman sekarang bahkan terkesan “jadul”. Tapi aku yakin hanya itulah satu – satunya cara agar aku bisa berkomunikasi dengan kak Adit. Aku segera menceritakan hal ini pada Uchie.
“ Chie, aku akan cari tau tenttang kak Adit, tapi aku gak dapet nomor HP-nya, soalnya dia gak punya HP” aku menceritakannya.
“Trus, kalo dia gak punya HP, gimana kamu bisa komunikasi sama dia?”
“Tenang, aku udah punya cara buat berkomunikasi sama kak Adit.”
“Gimana caranya?” Uchie kembali bertanya
“Aku bakal ngirimin dia surat – surat, yang aku taruh dikolong mejanya.”
“Apa kamu yakin kalo cara itu bisa berhasil?”
“Aku yakin kok”
“Ya udahlah kalo kamu udah yakin, teru kamu mau kasih surat itu kapan?”
“hari ini.”
Saat bel pulang berbunyi, seluruh anak keluar meninggalkan kelasnya masing – masing, begitu pula dengan kak Adit. Setelah kondisi sekolah agak sepi aku coba mengintip kelas kak Adit. Ternyata ruang kelasnya sudah kosong, lalu dengan langkah yang mengendap – endap, aku masuk kekelas itu dan meletakkan secarik surat dikolong meja yang berada dipojok yang berada dipojok belakang barisan sebelah kanan ( tempat duduk kak Adit ). Isi suratnya adalah:
Untuk Muhammad Khoirul Aditya
Hai Adit…..
Salam kenal ya!!
From : Your secret admirer
Saat aku dan Uchie keluar dari kelas itu, tiba – tiba………
“Eh Na, kamu sama Uchie abis ngapain?” Tanya Icha
“E…..E… Nggak ngapa – ngapain kok..” Aku kaget karena Icha memergoki aku dan Uchie
“Masa sih? Udah ngaku aja, kamu abis ngapain?” Paksa Rara
“Si Nana abis ngirim surat ke kak Adit!” seru Uchie dengan polosnya
“Ssstt.. Uchie kamu jangan bilang – bilang dong!” Aku membisiki Uchie
“Hmmm…. Kamu suka ya sama kak Adit?” Tanya Rara
“Ciee.. Ternyata Nana bisa jatuh cinta juga!” Seru Icha
“Bukan gitu. Aku kagum sama dia aja kok.”
“Yaelah, kalo kamu suka sama dia juga gak apa – apa kok. Jatuh cinta kan hal yang wajar.” Tutur Rara
“Iya iya,” Jawabku singkat
* * *
Akhir – akhir ini rutinitasku semakin bertambah. Mulai dari tugas sekolah yang makin banyak hingga tugas – tugas rumah yang menumpuk. Tapi aku selalu meluangkan waktu untuk pulang agak sore, agar aku dapat memperhatikan dan mengirim surat ke kak Adit. Setiap pulang sekolah, aku selalu mengecek kolong meja kak Adit, hingga aku menemukan sebuah surat dikolong meja kak Adit yang isinya :
“Kamu siapa?
Kelas berapa?
Kok kamu tau tentang aku?”
Betapa senang hatiku saat ku mengetahui kak Adit membalas suratku, tetapi aku juga bingung harus membalas surat itu dengan kata – kata apa. Tidak mungkin jika aku harus memberikan identitasku yang sebenarnya. Akhirnya aku menceritakan hal ini kepada Rara. Aku meminta Rara untuk membantuku membalas surat dari kak Adit. Biasanya Rara memiliki banyak kata – kata yang indah, menurutku kata – kata ( puisi ) Rara memiliki makna yang sangat menyentuh. Aku memohon pada Rara agar ia mau membantuku. Akhirnya ia membuatkan puisi yang isinya sepertinya ini:
Untuk Muhammad Khoirul Aditya
Mungkin salah jika aku menguraikan ini.
Tapi ku pikIr ini tak ada salahnya jika memang setiap manusia berhak untuk
merasakannya.
Kamu mungkin heran dengan ini.
Tapi semua kelebihan didirimulah yang telah membuat tangan ini mengukir
Tinta penuh bunga – bunga kekaguman
From: your secret Admirer
Setelah surat itu selesai dibuat, aku segera menaruhnya dikelas kak Adit, tetapi saat aku melihat kelas XI IPA 3 ternyata kelas itu telah dikunci, hanya jendelanya saja yang terbuka. Langsung terlintas hal yang konyol di pikiranku. Aku menyuruh Icha untuk melompati jendela itu.
“Cha, kamu mau Bantu aku gak?”
“Bantuin apa?”
“Loncat jendela XI IPA 3!” seruku
“Hah? Loncat jendela? Gak salah?”
“Iya, tolong Cha!” seruku lagi
“Udah gila kali kamu Na, aku gak mau ah.” Icha menjawabnya
“Icha,tolonglah temanmu yang satu ini!” aku memelas didepan Icha
“Iya deh, tapi kamu liatin ya, jangan sampe ketahuan, oh ya tempat duduknya kak Adit yang mana?”
“pokoknya yang paling belakang, diujung kanan!” Aku menjelaskan
“Ooh, ya udah deh.”
* * *
Setelah beberapa hari, kak Adit tidak juga membalas surat dariku. Hingga akhirnya aku menghentikan untuk mengirim surat lagi. Setiap hari aku hanya dapat memperhatikan kak Adit dari kejauhan. Memperhatikan saat dia lewat di depan kelasku, saat dia sedang bermain futsal, saat dia berbicara dengan teman – temannya, pokoknya aku selalu memperhatikan apapun hal – hal yang dia lakukan.
Sekarang aku hanya menjadi pengagum rahasia saja. Secadm ( secret admirer ) itulah jalan yang ku pilih. Secadm itu cukup mengasyikan kok. Gara – gara secadm dengan kak Adit, aku jadi menyukai pelajaran kimia, walaupun ada juga rasa kecewa didalam hatiku, karena cinta yang terpendam ini. Tapi seorang secret admirer tidak pernah mengharapkan orang yang ia kagumi dapat menerima dan mencintainya, melainkan yang ia inginkan hanyalah kebahagian dari orang yang ia kagumi dan tidak menyakiti orang tersebut. Aku akan selalu mengagumi dan mencintai kak Adit walau dalam hati saja.
SELESAI
* * *
Mau Widget Seperti ini? Click Here!